RIWAYAT KHALIFAH RASULULLAH SAYIDINA ALI BINA ABI THALIB RADIALLAHUANHU

Senin, 17 Januari 2011
RIWAYAT KHALIFAH RASULULLAH SAYIDINA ALI BINA ABI THALIB RADIALLAHUANHU

‘Alī bin Abī Thālib (Bahasa Arab: علي بن أﺑﻲ طالب) (Bahasa Persia: علی پسر ابو طالب)‎ (599 – 661) adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Muslim Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ali adalah sepupu dari Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Muhammad.
Kelahiran

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Semenanjung Arab, sekitar tahun 599 Masehi (tahun hanya perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah.
Kehidupan

Sayyidina Ali bin Abu Thalib karamallahu wajhah, suami Fatimah Az Zahra, menantu dan saudara sepupu nabi Muhammad SAW.

Dalam biography asing hubungan beliau kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan seperti St. John (Nabi Yahya) kepada Jesus (Nabi Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan sebagian riwayat Suni dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.

Bagi kaum Syiah beliau adalah Imam pertama dari 12 Imam dan Khalifah yang sah se-peninggal- Nabi Muhammad SAW.

Bagi kaum Suni beliau adalah Khalifah ke 4 dari 4 Khalifah yang dipastikan sah dan adil sepeninggal Rasulullah. Terlepas dari adanya riwayat tentang 12 Khalifah besar yang adil, 8 khalifah berikutnya tidak dapat dipastikan. Karena riwayat yang sangat kuat tentang 10 sahabat yang di jamin Nabi SAW untuk masuk surga , hanya 4 khalifah pertama yang ada diantaranya.

Bagi kaum Sufi beliau adalah Imam dalam ilmu hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari beliau bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood dalam istilah Inggrisnya.

Dari sudut manapun kita memandang, beliau memang punya banyak kelebihan, akan tampak bahkan bagi kaum yang membenci beliau sekalipun seperti kaum Khawarij dan Bani Umayyah.

Ketinggian derajat beliau di sisi Nabi Muhammad SAW, kedekatan hubungan kekerabatan karena darah (sesama Bani Hasyim) dan pernikahan dengan Fatimah putri Nabi SAW seakan-akan menjadi paradox atau teka -teki pandora yang harus dipecahkan bila dibandingkan dengan riwayat hidup beliau yang lebih banyak kesusahan dan penderitaan.

Karena kesulitan dalam memecahkan paradox di atas membuat banyaknya penafsiran yang berbeda tentang sejarah beliau, sejarah keluarga dan keturunan beliau dan berdampak pada sejarah Islam keseluruhan baik masalah politik (ke-khalifah-an) sampai berkembangnya madzhab-madzhab baru dengan dogma-dogma yang berbau peng-kultus-an.

Biografi yang akan kami susun perlahan-lahan ini mudah-mudahan akan mengungkap misteri kehidupan beliau, keluarga beliau dan sejarah umat Islam tanpa memihak kepada salah satu madzhab atau kelompok tertentu dalam umat Islam.

Beliau bernama asli Haydar putra Abu Thalib paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekah. Usia beliau terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.

Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan 'Ali' yang berarti 'Tinggi'(derajat di sisi Allah). Disini ada hikmah sangat baik bagi siapa yang mau menggunakan hati nurani yang paling dalam di samping akal sehat, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat halus, menyukai ke-indah-an dan tidak suka ke-keras-an. Karena sudah tentu 'Singa' berkonotasi ganas dan menyeramkan.

Kelahiran Ali putra Abu Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Aliy dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa.

Disini kembali kita melihat hikmah yang sangat mulia diajarkan oleh Nabi kepada umatnya untuk tidak pernah lupa membalas jasa kepada siapa yang pernah berbuat baik kepada kita.

Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Aliy adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tesebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.

Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.

Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior)atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abubakar Siddiq.

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.

Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah paman Nabi. Banyaknya Quraisy mekah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.

Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.

Sampai disini hampir semua sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Kaum Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat ghadir khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi kaum Suni berbeda pendapat.

Terlepas dari siapa benar dan salah hendaklah diambil hikmah yang sangat mulia bahwa, sedemikian hebat se orang Ali bin Abi Thalib toh tidak menuntut ke-khalifah-an kepada yang terpilih (Abubakar Siddiq) walaupun beberapa riwayat mengatakan beliau mem-baiat Abubakar terlambat, bahkan ada riwayat mengatakan hingga beberapa (6) bulan beliau menyendiri baru membaiat dan mendukung pemerintahan Abubakar.

Tidak ada satu naskah pun yang meriwayatkan Ali menuntut ke-khalifah-an terlepas dari haq beliau atau kedekatannya dengan Nabi Muhammad SAW, memberikan kita hikmah yang sangat mulia yaitu rendah-hati, tidak menyombongkan diri karena ilmu dan keturunan dan selalu mendahulukan kepentingan umat. Terlebih Abubakar selain orang yang juga sangat dekat dengan Nabi SAW, beliau ber usia jauh di atas Aliy, sekitar 25 tahun. Mengajari kita adab yang sangat baik yaitu menghormati dan mendahulukan orang yang lebih tua selama orang itu dikenal kebaikannya, kejujurannya dan ketaqwaannya. Adab yang sangat baik yang menjadi bagian dari hikmah yang sangat mulia merupakan buah pengajaran dan pendidikan Nabi puluhan tahun kepada beliau.

Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang Unta. 20000 pasukan pimpinan Sayyidina Ali melawan 30000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Sayyidina Ali.

Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Perang Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.

Sayyidina Ali bin Abu Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdullah bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan khawarij (pembangkang) saat shalat subuh di masjid Kufa.

Sayyidina Ali adalah inspirasi bagi para ahli ilmu dan hikmah, contoh tauladan dalam ketabahan bagi siapa saja yang mengaku diri orang-orang sabar, model dalam kepahlawanan bagi para ahli futuwwah (spiritual warrior).

Bagi kaum Syiah beliau di doa kan Alayhi Salam (AS) atau semoga Allah melimpahkan ke-selamat-an dan ke-sejahteran, bagi kaum Sunni beliau di doa kan Radhiyallohu Anhu (RA) atau semoga Allah melimpahkan Ridho (ke-suka-an) nya.

Sedang bagi kaum Sufi beliau di do'a kan Karromallohu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar riwayat bahwa beliau tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan sekalipun.

Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa beliau tidak suka memandang ke bawah bila sedang berhubungan intim dengan istri.

Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak pertempuran (duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan pedang beliau, maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih dulu memperbaiki pakaiannya.
Dari mana pun kita memandang memang beliau pemimpin besar yang karisma dan pengaruhnya terhadap umat Islam melampaui batas-batas madzhab yang ada sekarang. Beliau dimiliki oleh umat Islam dari semua madzhab dan dari semua negara.

0 coment:

Posting Komentar